
Tak perlu basuh tuk buat tatap itu teduh,
Sejak awal,
gemuruh sudah muncul saat kau tanya “emang kenapa kalo aku liatin kamu terus”
Aku lemah tentang bola mata yang siap menjadi abadi karena ia simpan beribu rima,
Hingga akhirnya setelah 5 purnama kau akhirnya tau rasanya!
“Jangan liatin aku kayak gitu la”
Kedipnya ialah transisi petang penuh warna ke malam yang pajang purnama sempurna,
Matanya ialah tempat ketika matahari tak mau bersuara,
Hanya senja yang menggila hasil dari kota yang lelah ditangisi cuaca.
Dan aku lelaki yang setiap hari tunggu di jembatan stasiun belakang,
Tunggu kapan jingga kembali menjadi background untuk orang yang datang dan berpergian,
Selamat datang,
Selamat tinggal,
Lalu gerbong bertuliskan turangga berangkat tepat saat matahari tak sempat lagi beri salam,
Melaju dan entah turun dimana,
Aku melambai dengan seksama,
Semoga kembali bandung dengan kereta yang sama,
Ku tunggu di jembatan.